Langsung ke konten utama

RESUME BUKU ILMU DAKWAH 2 Judul: Dakwah Jama’ah Tabliqh dan Eksistensinya di Mata Masyarakat Karangan: Kusniarti Rofiah, M. S. I



Nama: Lilis. Okviyani
(1112054000002)
Pengembangan Masyarakat Islam
Semester IV
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
2014

Islam merupakan agama yang berisi dengan petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab dan berkualitas, selalu berbuat baik, sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju. Islam adalah agama dakwah ,artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan, karena al-Qur’an menyebut kegiatan dakwah dengan Ahsan Qauula.
Dakwah tidak mengenal tempat dan sasaran tertentu, dakwah harus terus dilakukan baik di negeri-negeri yang mayoritas muslim, maupun di negara-negara yang mayoritas non muslim seperti Australia.
Sejak awal , Islam telah merupakan agama dakwah, baik dalam teori maupun praktek. Seperti Nabi Muhammad saw yang pertama kalinya berdakwah kepada umatnya. Rasulullah merupakan seorang dai dan peletak dasar dakwah Islam. Semasa hidupnya , ia sangat aktif mencurahkan perhatiannya pada pelaksanaan dakwah, baik secara lisan maupun dalam bentuk keteladanan yang baik. Meskipun dalam pelaksanaannya sering mendapatkan rintangan dari kaum musyrik dan orang-orang kafir quraisy yang menentang Islam. Namun tidak menjadi pengahalang bagi Rasulullah saw dalam berdakwah.
Seruan kewajiban dakwah ini direspon oleh jamaah tabliq atau jamah khuruj atau jamaah jaulah.
Jama’ah tabliqh ini merupakan gerakan yang bergerak dalam bidang dakwah dan tabliqh. Mereka berpandangan bahwa amar ma’ruf nahi munkar bukan menjadi tugas ulama’ atau muballigh saja, tapi menjadi tugas umat Islam keseluruhan. Jama’ah tabliqh dalam melaksanakan dakwah menggunakan satu metode yang biasa dikenal dengan istilah khuruj, yakni keluar dari rumah ke rumah, dari kampung satu ke kampung lain bahkan keluar sampai ke luar negeri dengan biaya dan perbekalan sendiri.
Dalam keberhasilan dakwah tentunya tidak luput dari respon dari masyarakat itu sendiri. Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menanamkan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera.


Respon terbagi menjadi 2, yaitu :
a.     Behavioral ( Stimulus- Respon)
Dalam hal ini hipotesisnya adalah ketika organisme diberi stimulus , maka ia akan memberikan respon tertentu. Contoh seperti jika tangan kita terkena panas , maka respon kita adalah menarik tangan.
b.    Cognitiv ( Stimulus- organisme-Respon)
Dalam hal ini proses yang terjadi adalah stimulus dari lingkungan itu masuk dulu ke organisme , stimulus itu diolah sama otak  baru keluar responnya. Misal, stimuluanya: ada rumah kebakaran , diolah sama otak, respon yang keluar adalah panggil pemadam kebakaran atau penggil warga. Intinya, kognitif itu berurusan dengan pengolahan stimulus yang didapat.
Respon masyarakat sangat berpengaruh terhadap perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat, ada masyarakat yang dapat menerima dan ada yang tidak menerima. Masyarakat yang tidak dapat menerima perubahan biasanya masih memiliki pola pikir yang tradisional. Pola pikir masyarakat yang seperti ini mengandung unsur-unsur seperti sifatnya sederhana, memiliki daya guna dan produktivitas rendah, bersifat tetap atau monoton, memiliki sifat irasional, yaitu tidak didasarkan pada pikiran tertentu.
Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial budaya, seperti perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang membuka diri serta masih memegang teguh tradisi yang sudah ada, takut akan terjadi kegoyahan dalam susunan/ struktur masyarakat jika terjadi integrasi kebudayaan.
Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya.
Sebaliknya pada masyarakat modern, berbeda dalam pola pikirnya yang bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, berdasarkan akal pikiran manusia dan senantiasa mengembangkan efisiensi dan efektivitas serta tidak mengandalkan atau mengutamakan kebiasaan atau tradisi masyarakat.
Dalam berdakwah komunikasi yang benar sangat di perlukan. Dimana komunikasi minimal harus mengandung persamaan makna antara du pihak yang terlibat, karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar ornag lain mengeti dan tahu, tetapi juga agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan.
Makna dakwah dari tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk isim masdar. Kata ini berasal dari fi’il ( kata kerja) “ da’a- yad’ u artinya memanggil mengajak atau menyeru. Jadi dakwah menurut arti kebahasaan adalah seruan kepada jalan yang benar. Orang yang menyeru, memanggil atau melaksanakan dakwah di namakan da’i atau juru dakwah dalam istilah keseharian.
Dari pengetian dakwah tersebut ada tiga unsur pokok seperti:
-        At- Taujih, artinya memerikan tuntunan dan pedoman serta jalan hidup mana yang harus di lakukan oleh manusia dan jalan mana yang harus dihindari sehingga nyatalah jalan hidayah  dan jalan yang sesat.
-        At- Taghyir, arinya mengubah dan memperbaiki keadaan seseorang atau masyarakat kepada suasana hidup yang baru yang didasarkan pad anilai-nilai Islam.
-        At- Tarjib, artinya memberikan pengharapan akan sesuatu nilai agama yang di sampaikan.
 Jika kita dapat memperhatikan al-Qur’an dan al-Sunnah, sebenarnya dakwah menduduki posisi pertama , sentral, strategis , dan menentukan. Keindahan dan kesesuaian Islam dengan perkembangan zaman , baik dalam sejarah maupun prakteknya.
Metode dakwah maupun metodenya yang tidak tepat, sering memberikan gambaran ( image) dan persepsi yang keliru tentang Islam, jika kita memahami makna dakwah dengan salah paham. Metode dalam kegiatan dakwah merupakan suatu cara dalam menyampaikan pesan dakwah kepada obyek dakwah.
Materi dakwah adalah pesan ( message) yang dibawakan oleh subyek dakwah untuk diberikan / disampaikan kepada obyek dakwah. Materi dakwah yang disampaikan yaitu bersumber dari al-Qur’an dan al- Sunnah.
Dalam al’Qur’an , banyak ayat yang mengungkapkan masalah dakwah, namun dari sekian banyak ayat yang memuat prinsip-prinsip dakwah itu ada satu ayat yang memuat sandaran dasar dan fundamen pokok bagi metode dakwah, yaitu: QS. Al-Nahl (16) : 125 yang artinya: “ Serulah ( manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dna pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Pada ayat di atas ada tiga metode dakwah yang di tawarkan  oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, yaitu bi alhikmah, maw’idhah al-hasanah dan mujahadah.
Kutipan dari Hamzah Ya’kub menyebutkan bahwa bentuk penyampaian dakwah  dapat dilakukan menggunakan; Lisan ( pidato, khitobah, diskusi, seminar), Tulisan (
Selain metode, ada media dakwah yang digunakan. Media dakwah adalah objektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan idea dengan umat. Media dakwah merupakan proses dalam dakwah.
Pemanfaatan media yang sedang berkembang saat ini sangat urgen bahkan sangat di perlukan dan harus dimanfaatkan dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Karena untuk mendekatkan antara da’i dan mad’unya atau sasaran dakwah akan lebih mudah diterima. Namun demikian, penggunaan alat atau media dakwah, memerlukan kesesuaian dengan bakat dan kemampuan da’inya, artinya penerapan media dakwah harus di dukung oleh potensi da’i.
Proses dakwah dalam menggunakan media sebagai alat bantu, ada dua bagian : Pertama, proses dakwah yang secara primer, merupakan proses penyampaian materi dakwah dari da’i kepada mad’u dalam menggunakan lambang ( simbol). Kedua, proses dakwah secara sekunder yang merupakan proses penyampaian pesan oleh subyek dakwah kepada obyek dakwah dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang ( bahasa) sebagai media pertama.
Unsur terpenting dalam dakwah adalah subyek dakwah dalam pelaksanaan dakwah. Subyek ini yaitu setiap kaum muslim, namun dalam berdakwah dalam arti berceramah, berkhutbah hanya dapat di lakukan oleh semacam muslim yang memiliki kapasitas untuk berdakwah. Maksudnya adalah memiliki keahlian dan kapasitas keilmuan, metode dan strategi dakwah, agar memotivasi  dan menggerakkan hati orang lain untuk beriman. Menurut Mahmud Yunus seorang juru dakwah harus menguasai ilmu-ilmu sosial, sejarah umum, ilmu jiwa sosial ( psikologi sosial), ilmu bumi, ilmu akhlak, teori dan praktek, ilmu perbandingan agama  dan aliran-aliran, serta  ilmu bahasa ( bahasa umat yang di dakwah).
Pesona pribadi, akhlak dan moralitas seorang da’i merupakan prasyarat yang paling pokok bila ingin dakwah usaha cepat berhasil dan diterima baik oleh obyek dakwah.
Seperti pribadi Nabi Muhammad saw dalam berdakwah, beliau lebih mendahulukan membina pribadinya untuk memiliki sifat yang Shidiq ( benar dalam berkata, berbuat dengan niat hatinya), Amanah ( lurus dan jujur lahir dan batin), Fathanah ( cerdas, tegas dan pantas), Tabliqh ( mampu menyampaikan amal dakwah dengan lisan dan perbuatan).
Dalam penyampaian dakwah tidak jarang seorang da’i menemui kritikan tajam dan masyarakat penerima dakwah, seperti materi dakwah yang tidak dinamis dan tidak aktual, materi dakwah yang tidak menyentuh rasa intelek masyarakat, sehingga mengesankan ajaran agama tidak rasional dan sulit diterima oleh masyarakat yang berpendidikan maju.
Penerima dakwah atau Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah sebagai penerima baik individu maupun kelompok, baik yang beragama Islam maupun tidak. Kepada manusia yang belum Islam , dakwah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama  Islam, sedangkan kepada orang yang sudah beragama Islam dakwah bertujuan untuk meningkatkan kualitas Iman, Islam, dan Ihsan.
Dalam penggolongan mad’u berdasarkan responsi mereka ada 4 :
-          Golongan simpatik aktif, yaitu mad’u yang menaruh simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan materiil terhadap kesuksesan dakwah.
-          Golongan simpatik pasif, yaitu mad’u yang menaruh simpati tetapi tidak aktif memberikan dukungan terhadap kesuksesan dakwah, dan juga tidak merintangi dakwah.
-          Golongan pasif, yaitu mad’u yang masa bodoh terhadap dakwah, tetapi tidak merintangi dakwah.
-          Golongan antipati, yaitu mad’u yang tidak suka akan terlaksananya dakwah. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau meninggalkan dakwah.
Setelah dakwah terlaksana oleh seorang da’i dengan materi dan metode dakwah tertentu, maka akan timbul  respon dan efek pada penerima dakwah atau mad’u. Efek dakwah yang sering disebut dengan feed back ( umpan balik) dari proses dakwah ini sering tidak diperhatikan oleh da’i sendiri.


Kegiatan dakwah selain diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek perubahan diri obyeknya, yakni perubahan pada:
-        Aspek pengetahuannya ( knowledge/ kognitif), dinama penerima dakwah akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berpikir , dan efek kognitif ini bisa terjadi apabila pada apa yang diketahui, dipahami dan dimengerti oleh mad’u tentang isi pesan yang diterimanya.
-        Aspek sikap ( attitude / afektif) dan aspek perilakunya ( behavioral).  Efek ini berupa pengaruh terhadap perubahan sikap komunikasi mad’u setelah menerima dakwah. Sikap adalah sama dengan proses belajar dengan tiga variabel sebagai   penunjangnya yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Sikap inilah yang akan menentukan  keputusan apakah dari dakwah itu akan diterima atau ditolak pesan dakwahnya.
-        Aspek perilaku ( behavioral). Efek ini merupakan bentuk efek dakwah  yang berkenaan dengan pola tingkah laku dari mad’u dalam merealisasikan materi dakwah yang diterima dalam kehidupan sehari-hari. Efek ini muncul setelah melalui proses kognitif dan afektif. Dengan demikian seseorang akan bertingkah laku setelah orang itu mengerti dan memahami apa yang telah diketahui, kemudian masuk kedalam perasaannya dan kemudian timbullah keinginan untuk bertingkah laku dan bertindak.
Dalam buku ini merupakan sebuah buku yang tulis berdasarkan penelitian oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ( P3M) STAIN Ponorogo. Pada paragraf selanjutnya akan menerangkan tentang profil Jama’ah Tabligh.
Pendiri jama’ah tabligh ini adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H ( 1886) di desa Kandalah di kawasan Muzhafar Nagar, Utar Pradesh, India. Ayahnya bernama Syaikh Muhammad Ismail yang seorang ruhaniawan berkhalawat dan beribadah, membaca al-Qur’an serta mengajarkan ilmu-ilmu agama. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki sifat wara’. Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya Syeikh Muhammad Yahya yang menganut madhzab Hanafi. Syaikh Muhammad Islmail selalu mengamalkan do’a ma’tsur dari Hadits untuk waktu dan keadaan yang berlainan. Adapun Ibunya Shafiyah al-Hafidzah adalah seorang hafidzah al-Qur’an.


Sebagaimana uraian di atas,  Jama’ah Tabligh didirikan pada akhir dekade 1920-an oleh Maulana Muhammad Ilyas Kandhalawi di Mewat, sebuah provinsi di India. Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan , tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agamanya, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak  memandang asal-usul mahdzab atau aliran pengikutnya.
Motif berdirinya Jama’ah Tabligh ini adalah sebuah keinginan kuat untuk memperbaiki kondisi umat, terutama Mewat yang hidup jauh dari ilmu dan lekat dengan kebodohan serta keterbelakangan. Dimana yang pada waktu itu keadaan umat Islam di sebagian besar dunia sudah rusak dan penuh kebodohan, kefasikan, dan kekufuran. 
Jama’ah Tabligh tidak mempunyai akidah yang jelas, karena mereka penganut dari berbagai macam aliran seperti Ahlus Sunnah, Mu’tazilah atau yang lainnya. Walaupun jama’ah tabligh tidak memiliki organisasi secara formal, namun kegiatan dan anggotanya terkoordinir dengan baik.
Di Indonesia, jama’ah tabligh berkembang sejak 1952, dibawa oleh rombongan dari India yang dipimpin oleh Miaji Isa. Tapi gerakan ini mulai marak pada awal 1970-an. Jama’ah tabligh di Kabupaten Ponorogo berkembang pertama kali di desa Nongkodono Kauman Ponorogo sekitar tahun 1990-an tepatnya di masjid  K. H. Syamsuddin. Perkembangan jama’ah cukup fantastis. Setiap hari banyak yang dikirim ke daerah-daerah yang menjadi target operasi dakwah. Selain itu, masing- masing anggota jama’ah ada yang kemudian membentuk rombongan baru. Dengan usaha tersebut , jama’ah tabligh ingin mempererat tali silaturrahim antara kaum Muslimin dengan Muslim yang lain.
Markas internasional pusat tabligh adalah di Nizzamudin, India. Kemudian setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari markas pusat di bagi markas-markas regional/ daerah yang dipimpin oleh seorang Shura. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang disebut Halaqah. Kegiatan di Halaqah adalah musyawarah mingguan, dan sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari. Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah, yang biasanya dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir. Orang yang telah khuruj kemudian disebut Karkun, dan tanpa adanya suatu baiat.
Sewaktu khuruj , kegiatan diisi dengan ta’lim ( membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan bertujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah.
Hal yang paling mendasar dari gerakan jama’ah tabligh adalah mereka selalu mengajak, seperti:
-        Memakmurkan Masjid
Gerakan ini tidak berambisi dalam masalah politik tetapi mengajak manusia untuk taat pada Allah SWT dan menghidupkan sunnah Rasulullah SAW dengan menjadikan masjid sebagai basis dakwah.
-        Menghidupkan Amalan Silahturahmi
Bukan hanya orang Indonesia yang berdakwah melalui gerakan jama’ah tabligh tetapi orang luarpun juga masuk ke Indonesia karena persaudaraan Islam tidak di batasi kedaerahan. Jama’ah tabligh selalu mengajak untuk membangun persaudaraan dan silahturahmi tanpa memandang ras/ negara.
Untuk materi yang diberikan dalam jama’ah tabligh ketika kegiatan khuruj baik adalah; mewujudkan hakekat syahadat ( maksudnya adalah merealisasikan Kalimat Thayyibah “ Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah”.) Shalat yang khusuk dan khudlu ( maksudnya adalah shalat dengan penuh kekhusyukan dan rendah diri, shalat dengan konsentrasi batin serta mengikuti cara yang di contohkan Rasulullah serta membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari). Ilmu yang disertai dzikir, disini ilmu dibagi menjadi dua bagian yakni ilmu masail dan ilmu fadhail. Memuliakan saudara muslim. Sesungguhnya jama’ah tabligh  tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala ( kecintaan) dan al-bara ( kebencian). Dakwah ilallah dan keluar di jalan Allah, yaitu dengan cara khuruj ( keluar untuk berdakwah) bersama jama’ah tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, empat puluh hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu.
Cara menerapkan metode dakwah jama’ah tabligh adalah dengan :
-        Masjid sebagai Pusat Utama Dakwah
Di masjid inilah para mubaligh berkumpul untuk memberikan materi kepada mad’u. Pada malam i’tikaf mereka dimasjid itu salah seorang yang memiliki kelayakan menyampaikan nasehat, mengingatkan kewajiban-kewajiban mereka dan meminta supaya mereka berkorban di jalan Allah beberapa waktu.
-        Tata Tertib Jaulah
Di antara tata tertib jama’ah tabligh yang timbul dari metode dakwahnya, mereka menentuka amir ( ketua) , dalil ( petunjuk jalan), dan mutakallim ( pembicara) dalam jaulah. Sementara mereka keluar untuk melaksanakan jaulah, mereka menunjuk satu orang untuk berdo’a supaya Allah memberikan taufiq dan kebaikan dalam usaha dakwah mereka supaya Allah SWT menurunkan hidayahnya kepada kaum muslimin.
-        Kedisiplinan
Jama’ah tabligh memiliki aturan- aturan yang sangat mereka tekankan kepada siapa saja yang keluar dijalan Allah, agar dengan izin Allah mereka mendapat manfaat dan bermanfaat kepada orang lain.
Walaupun tidak semua masyarakat merespon positif terhadap keberadaan jama’ah tabligh dan aktivitasnya, akan tetapi berdasarkan angket yang penulis sebarka kepada beberapa responden masyarakat pada umumnya sudah mengetahui dan paham tentang jama’ah tabligh dan aktivitasnya. Masyarakat pada umumnya senang dan respect terhadap beberapa atribut yang melekat pada jama’ah tabligh seperti cara ibadah dan cara pakaian mereka, akan tetapi mereka tidak mau atau merasa keberatan ketika harus bergabung dengan jama’ah tabligh dan ikut khuruj bersama. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat kurang respon terhadap jama’ah tabligh, khususnya masyarakat yang paham agama, adalah faktor aqidah jama’ah tabliqh. Walaupun aqidah mereka juga berdasarkan ahlus sunnah wal jama’ah, akan tetapi mereka tidak bermadzhab. Sehingga ada yang berpendapat aqidah jama’ah tabligh itu rancu.
Di dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tegar agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh subyek dakwah dalam menyampaikan materi atau pesan-pesan dakwah kepada obyek dakwah. Metode dakwah di sini adalah rencana yang tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajiannya.
Jama’ah tabligh merupakan jama’ah yang sangat intens melakukan dakwah. Namun, metode dakwah yang digunakan berbeda dengan metode yang dipakai oleh para ulama pada umumnya. Metode  yang digunakan oleh jama’ah tabligh terkenal dengan nama khuruj fi sabilillah. Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah, yang biasanya dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir. Membatasi hari untuk khuruj, yaitu tiga hari dalam satu bulan, empat puluh hari setiap tahun dan empat bulan seumur hidup.
Hal senada juga diungkapkan oleh M. Syai’in  yang berpendapat bahwa metode khuruj yang dilakukan oleh jama’ah tabligh itu sah-sah saja, karena menurut dia tidak ada ketentuan metode yang harus digunakan dalam berdakwah, semua tergantung yang melakukan.
Di samping itu, banyak juga masyarakat yang tidak setuju terhadap adanya kewajiban khuruj dalam berdakwah sebagaimana yang dilakukan oleh jama’ah tabligh dengan argumentasi yang bermacam-macam.
Pengertian dakwah menurut pemahaman jama’ah tabligh itu terlalu sempit, dakwah itu seharusnya tidak hanya dilakukan di masjid saja dan tidak hanya di waktu-waktu tertentu.  Selain itu bentuk atau metode dakwah bukan hanya dengan ta’lim atau ceramah saja sebagaimana yang dilakukan oleh jama’ah tabligh.
Pada prinsipnya apa yang dilakukan jama’ah tabligh adalah bagus. Bukan suatu yang bid’ah. Salah satu hal yang sering dilakukan dalam berdakwah adalah khuruj yaitu pergi meninggalkan rumah selama beberapa hari untuk napak tilas perjalanan Nabi SAW waktu berhijrah, untuk mendapatkan pelajaran yang cukup banyak bagi kehidupan. Namun ada pendapat yang sangat tidak setuju dengan adanya dakwah dengan khuruj fi sabilillah, karena khuruj itu berarti melakukan sesuatu yang bersifat sunnah tetapi mereka meninggalkan hal-hal yang wajib, seperti menafkahi keluarga. Ada juga karena tujuan akhirnya bukan hanya memperbaiki umat tetapi ujung-ujungnya adalah ajakan untuk masuk jama’ah tabligh dan melakukan khuruj bersama.
Dari beberapa jawaban responden di atas, maka dapat kita ketahui bahwa respon masyarakat terhadap metode dakwah dengan khuruj fi sabilillah ada dua macam:
Pertama, respon yang menunjukkan sikap setuju dengan alasan:
-        Dakwah itu memang membutuhkan sebuah pengorbanan
-        Dalam dakwah tidak ada ketentuan metode yang harus digunakan, tergantung siapa yang melaksanakan.
-        Meninggalkan keluarga ketika khuruj itu hanya untuk sementara.
-        Dengan khuruj, berarti ada waktu yang ditargetkan untuk meningkatkan iman dan amal ibadah.
Kedua, respon yang menunjukkan sikap tidak setuju/ tasyadud, dengan alasan:
-        Dakwah jama’ah tabligh dengan khuruj adalah sufi masa kini yang tidak berpijak kepad Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
-        Pengertian dakwah menurut pemahaman jama’ah tabligh itu terlalu sempit.
-        Dakwah dengan khuruj berarti melakukan sesuatu yang bersifat sunnah dan meninggalkan sesuatu yang wajib.
Sementara itu mengenai pelaksanaan dakwah dengan cara silaturrahim atau mengunjungi masyarakat ke rumah di sekitar masjid ( jaulah), pada umunya masyarakat memberikan respon yang cukup baik. Dakwah dengan cara silaturrahim secara perorangan adalah termasuk kategori dakwah bil Hikmah, yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dalam hal ini jama’ah tabligh berarti menggunakan proses komunikasi secara primer dalam dakwahnya, yaitu komunikasi yang berlangsung secara tatap muka atau langsung antara komunikasi dan komunikan, atau proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang / simbol ( bahasa, isyarat, gambar, warna, gesture ) sebagai media. Hal lain dari metode dakwah jama’ah tabligh yang direspon sangat baik oleh masyarakat adalah mereka tidak hanya menyampaikan tetapi memberikan contoh perbuatan nyata dan melaksanaan apa yang disampaikan. Dengan pemberian contoh nyata dan suri tauladan yang baik, berarti jama’ah tabligh dalam dakwahnya telah menggunakan metode dakwah bil-hal.  Dakwah bil hal, adalah dakwah dengan memberikan contoh berupa prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, tolong-menolong sesama, membantu fakir miskin, memberikan pelayanan sosial dan sebagainya.
Materi dakwah yang disampaikan oleh jama’ah tabligh meliputi 6 ( enam ) hal, yaitu: mewujudkan hakekat syahadat, shalat yang khusuk dan khudlu, ilmu yang disertai dengan dzikir, memuliakan saudara muslim, mengoreksi niat, dakwah ilallah dan keluar di jalan Allah. Selain itu dalam berdakwah jama’ah tabligh dilarang membicarakan tentang masalah-masalah fiqh terutama masalah khilafiyah, supaya orang-orang yang didakwah tidak lari dari kebenaran, masalah-masalah politik, perdebatan.
Seorang da’i harus selalu berusaha dan terus- menerus mempelajari dan menggali ajaran Islam serta mencermati tentang situasi dan kondisi sosial masyarakat, sehingga materi dakwah dapat diterima oleh obyek dakwah dengan baik. Aktivitas harus terlebih dahulu mengetahui problematika mad’unya seperti mengetahui adat dan tradisi penerima dakwah, harus mengabaikan budaya golongan, harus menyesuaikan tingkah lakunya dengan materi dakwah yang disampaikannya.
Pemanfaatan media dalam kegiatan dakwah mengakibatkan komunikasi antara da’i dan mad’u atau sasaran dakwahnya akan lebih dekat dan mudah diterima. Masyarakat memberikan respon yang sangat positif terhadap adanya masjid yang dijadikan sebagai pusat dakwah jama’ah tabligh. Hal ini sejalan dengan ajaran Nabi saw yang menjadikan masjid sebagai sentra dakwah Islam.
Pakaian gamis yang digunakan jama’ah tabligh sebenarnya merupakan artefak yang memiliki kekhasan sebagai salah satu bentuk dakwah bil hal, atau dakwah keteladanan perilaku, namun ternyata tidak semua masyarakat dapat merespon positif hal tersebut.
Respon masyarakat Kabupaten Ponorogo yang demikian itu, setuju terhadap dakwah jama’ah tabligh tetapi tidak mau mengikutinya dapat kita golongkan sebagai dakwah simpatik pasif, yaitu mad’u yang menaruh simpati tetapi tidak aktif memberikan dukungan terhadap kesuksesan dakwah, dan juga tidak merintangi dakwah.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadits Riwayah, Hadits Dirayah dan Cabang- cabang Ilmu Hadits

            1. Hadits Riwayah Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan. Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah , namun yang paling terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu , ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya. 1 Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW, sahabat , dan tabi’in, yang meliputi: Cara periwayatannya, yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain; · Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadits. Ilmu hadits riwayah bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengam

MAHKUM FIH dan MAHKUM ALAIH Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh-Ushul-Fiqh

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Usul Fiqh  adalah suatu ilmu yang mengungkap tentang berbagai metode yang dipergunakan oleh para mujtahid dalam menggali dan menapak suatu hukum syari’at dari sumbernya yang telah dinashkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Atas dasar nash syar’i para ulama mujtahid mengambil ‘illat (ketetapan) yang menjadi dasar penetapan “Hukum” dalam mencapai kemaslahatan yang menjadi tujuan utama adanya syari’at ini. Ushul Fiqh sebagai suatu ilmu dapat dipandang terdiri atas sekumpulan metodologi atau kaidah yang menjelaskan bagaimana para ulama mujtahid mengambil hukum dari dalil-dalil yang tertulis dalam al-Qur’an dan al-Sunnah B.      Rumusan Masalah 1.       Apa yang dimaksud dengan mahkum fih? 2.       Apa saja syarat-syaratnya? 3.       Apa yang dimaksud dengan mahkum alaih? 4.       Apa saja syarat-syaratnya? 5.       Apa saja hal-hal yang menghalangi taklif  ( beban hukum) C.     Tujuan Untuk bahan materi mahasiswa yang membahas te

MAKALAH ILMU DAKWAH 2 Perkembangan Teori Keilmuan Dakwah dan Hubungannya dengan Ilmu Bantu

MAKALAH ILMU DAKWAH 2 Perkembangan Teori Keilmuan Dakwah dan Hubungannya dengan Ilmu Bantu Dibimbing oleh Ibu Kalsum Minangsih, MA. Disusun oleh Kelompok 2: JAINUN. NONI ( PMI 4/ 1112054000013 ) LILIS. OKVIYANI (PMI 4/ 1112054000002) FADEL MUHAMMAD ANUGRAH ( KPI 4/ 1112051000113 ) FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN PENGEMBANGAN MASAYARAKAT ISLAM KATA PENGANTAR Puju syukur kami haturkan kehadirat allah SAW, karna berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah  Ilmu Dakwah  2 tepat pada waktu nya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Kalsum Minangsih , MA . S ebagai dosen pengampu Ilmu dakwah. Makalah ini berisi pembahasan tentang “Perkembangan Teori Keilmuan Dakwah serta Hubungannya dengan Ilmu Bantu”. Dimana ilmu-ilmu tersebut yang saling berkaitan satu sama lain. Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan agar kami dapat le